Sabtu, 25 Juni 2011

Penyesalan #Cerpen#


                 Aku bernama Almira Sriwangi. Suatu hari di sekolahku kedatangan murid baru, dan dia ditempatkan dikelasku 8B, aku merasa senang mendapatkan teman baru, karena menurutku teman baru memberikan suasana baru dan pengalaman baru. Setelah masuk kelas, dia memperkenalkan dirinya dengan bahasa inggris, ”hai…!”sambil melambaikan tangannya, kamipun membalas lambaian tangan anak baru itu, “ok, Let me introduce my self to you, my name is Kavia salas, I’m come from Bengkulu, I’m here to live with my aunt, her address in Jl.Panglima no.v, I’m now 13 years old and I was born on 27 March1997, to get to know me more information please ask, thank you”, tak lama kemudian suara tepuk tangan terdengar. Kemudian Kavia yang lebih akrab di panggil Kava, duduk di belakangku, setelah kami saling memperkenalkan diri, aku dan Kava serta Rika sudah akrab. Saat bel istirahat berbunyi aku dan sahabatku, Rika pergi ke kantin, kami membicarakan Kava, pujian demi pujian diluncurkan oleh mulut sahabatku, dan “sepertinya Rika ingin berteman dengan Kava” ucapku dalam hati. Tak lama kemudian sifat Kava yang buruk tampak, dia sering membuat gaduh dikelas, bermain handphone dikelas, dan kini ia membuat sebuah genk yang bernama genk anak nabang, yang tentunya memberi pengaruh negative bagi semua siswa, genk yang diketuai oleh Kava itu menjadikan semua anak takut kepadanya, genk yang terdiri dari anak-anak nakal yang selalu membuat brutal di sekolah, tapi sayangnya perilaku negative dari genk tersebut  tidak diketahui oleh satu gurupun. Ketika bel istirahat berbunyi aku dan rika seperti biasa pergi ke kantin, sebelum duduk aku agak sedikit mengertakan meja karena kekesalanku terhadap perubahan negatif Kava, “Rik, rasanya aku sudah ingin pindah dari sekolah ini”, cerocosku tiba-tiba,”Kenapa? Kamu jengkel sama si Kava, atau ada apa? cerita aja” jawab rika. “ya begitulah, kamu tahu sendiri dikelas, aku dan Kava sering banget bertengkar karena dia buat gaduh dikelas, sedangkan pelajaran sedang berlangsung, aku bête, dan yang lebih parah lagi guru-guru tuh slalu marahin aku, karena aku sebagai ketua kelas tidak pecus menjadikan anggotaku menjadi anak yang baik, padahal selama ini aku tidak pernah dikatain seperti itu dan selama aku menjadi ketua kelas, semua yang aku pimpin juga nurut sama aku, dan semenjak si Kava ada disekolahan ini, semua berubah drastis, dari yang baek jadi nakal dan semua itu sudah tersebar luas ke satu sekolahan kalau aku tidak bisa jadi ketua kelas yang baik, apalagi si Kava itu tidak tahu kalau aku tuh udah nyelametin dia dari pandangan jelek para guru, aku udah coba nyadarin dia, eh dia disadarain malah pindah tempat duduk di belakang, tuh anak kalau aku kasih tau juga nggak bakalan ngerti,  apa kamu punya solusi?”, cerocosku. “gimana ya akupun takut menghadapi si Kava, dia tuh cewek tapi galak banget, si Risa aja pernah di kunci di kamar mandi, gara-gara ia ngelawan Kava, ih amit-amit, untung gue nggak jadi temenan sama tuh anak”. Pembicaraan terputus ketika 2 buah bakso dan 2 buah es jeruk datang. Sambil menyantap makanan mereka terus berbicara dan sampai pada akhirnya bel berdering.
                Seperti biasa kelasku selalu ramai tiap ada pelajaran baik dari siapapun, bahkan hingga kepsek mengajar kita, ruanganpun masih ramai, ketika bapak kepsek sudah pergi dari ruang kelas aku mencoba membentak Kava, “hai semua diam, Kava diam” sentakku sehingga membuat semua teman-teman kaget.”Udah dech jangan urusin tuh anak, lagian dia itu apaan sih, eh teman-teman ayo maen lagi,” Sambut Kava dengan santai. Akhirnya aku memutuskan untuk menghampiri Kava dan aku pun membentak dihadapannya “eh kava, aku disini sebagai ketua kelas, seharusnya kamu sebagai anggotaku dapat mengahargai apa yang sekarang jadi tanggung jawabku, bukannya membuat ramai dikelas dan kamu membikin amarahku menjadi memuncak”, saking marahnya dan aku tidak bisa mengendalikan emosiku, aku membanting kursi yang ada didepanku “gubrakkkkk” suara kursi  .Tak lama setelah aku membanting kursi Kava tertawa “hahahahaha, memang aku takut dengan bantingan dari kursi itu” Kava membantah perkataanku, karena aku tidak terima, aku menamparnya dengan keras, hingga membuatnya pipi merahnya menjadi makin merah “prakkkk” suara tamparan itu menjadikan semua anak terheran-heran, karena selama ini aku tidak pernah semarah ini kepada mereka. “Puas kamu telah menyakiti hatiku, hingga aku selalu dimarahi oleh guru, itu karena aku membelamu, dan apa balasanmu sebagai teman, aku hanya ingin menjadikan dirimu baik Kava, menjadi anak yang tidak brutal seperti ini, tapi aku sudah lelah, selama ini aku coba diam, mendegar cemoohanmu, ejekanmu, dan perkataan kotormu kepadaku, aku coba untuk sabar, tapi kali ini aku tidak bisa membiarkan lagi, dan itu  hukuman untukmu” kataku sambil membentak dibarengi air mata menetes,”Kamu juga sudah puaskan menampar aku, puaskan kamu, puas” jawab Kava dengan nada tinggi
                Keesokan harinya ketika ulangan harian bahasa inggris, Kava mencoba membalas perbuatanku, tapi semua gagal karena aku sudah punya wanti-wanti bahwa nanti Kava akan membalas semua perbuatanku, dengan mengganti buku bahasa inggrisnya yang bersampul bahasa Indonesia dan diletakkan di dalam laciku, dan aku mengganti dengan buku bahasa Indonesia yang bersampul bahasa inggris dan kuletakkan di laciku. Ketika Kava melaporkan bahwa aku mencontek, dengan cepat guru bahasa inggris mengecek buku yang ada dilaciku, setelah diperiksa, Kava ditertawakan banyak orang, ternyata buku yang bersampul bahasa inggris tapi berisi bahasa Indonesia. Dengan kejadian itu, dia semakin benci kepadaku. Ketika selesai ulangan bahasa inggris dilanjutkan dengan kegiatan olahraga, tepat pada saat itu di ruang TU Kava melihat uang tergeletak di meja sebesar Rp 5.000.000,00 dan dia mengambilanya lantas dimasukkan keadalam tasku, saat pengeledahan tas, bapak kepsek menggeledah tasku dan ditemukan uang sebesar lima juta rupiah berada di tas mungilku itu, akupun tidak menyangka akan ada uang sebanyak itu di dalam tasku, dengan cepat aku dibawa ke ruang BP, para guru mencoba tidak percaya akan perbuatanku itu, bahkan sempat terjadi perdebatan untuk menentukan masih pantaskah aku bersekolah disini, sehingga para gurupun rapat untuk memutuskan apakah aku masih boleh belajar di sekolah ini, atau dikeluarkan dengan tidak hormat dari sekolah ini?. Berjam-jam aku menunggu di ruang BP sambil menahan tangisaku, hatiku mulai dag dig dug, merasa sangat takut jika akhirnya aku harus keluar dari sekolah ini, dengan jawaban yang mantap, bapak kepsek berkata bahwa aku tidak diperbolehkan lagi mengikuti kegiatan belajar di sekolah ini. Ketika pernyataan itu diluncurkan, suara sorak dan tangisan yang bercampur menjadi satu mengiringgi kepergianku dari sekolahan itu, aku tidak pernah menyangka akan seperti ini, aku dikeluarkan dari sekolahan dengan tidak hormat.
Hari demi hari kulalui dengan penuh penyesalan, aku merasa tidak yakin akan keputusan dari bapak kepala sekolah yang mengeluarkanku dengan tidak hormat dari sekolahan, sungguh hal itu membuat tekanan batin yang kualami. Tiga hari setelah aku dikeluarkan dari sekolahan, aku dijemput oleh orang tuaku untuk dibawa ke luar kota dan tinggal bersama dengan mereka, sekaligus melanjutkan sekolahku disana. Entah apa yang kurasakan ketika sampai di kota tempat tinggal baruku, aku menjadi orang asing yang tidak tau mau kemana arahnya, penyesalan dikeluarkan dari sekolahku yang lalu membuat aku tidak berani berbuat apapun, dengan semangat dan dorongan dari orang tuaku, aku berani untuk memulai kehidupan baruku belajar kembali di kota ini. Sungguh tak kusangka aku diterima dengan penuh senyuman di sekolah baruku itu, dan disanalah aku mulai menunjukkan prestasiku dalam bidang MIPA, tak lama aku disana, aku ditawari oleh guru untuk mengikuti perlombaan olimpyade matematika, sungguh terkejut aku, ternyata aku menjadi salah satu kandidat peserta olimpyade matematika di luar negeri. Wow……!!!!
Semenjak aku pergi dari sekolah itu, Kava menjadi penggantiku menggantikan posisi menjadi ketua kelas, Kava yang dulu adalah anak yang nakal, kini dia berubah menjadi anak yang pendiam, dan selalu murung karena memikirkan kesalahannya yang menjadikan dirinya selalu terbayang-bayang oleh kesalahannya telah memfitnahku, dua minggu setelah aku pergi dari sekolahanku, akhirnya Kava memberanikan diri untuk bercerita sebenarnya kepada guru BP.”tok,tok,tok” suara pintu ruang BP, “masuk” suara dari dalam.”Pak, saya ingin mengatakan sesuatu tentang apa yang tlah saya perbuat dua minggu yang lalu,”. Belum dipersilahkan berbicara dan duduk, Kava langusung berbicara ”apa  Kava? Ceritakanlah saja, mungkin bisa membuat mu plong” jawab Bapak BP, “sebenarnya sayalah yang telah mengambil uang sekolah sebesar 5 juta dan meletakkan di dalam tasnya Mira”.Dengan wajah ketakutan Kava tetap bilang,”yang benar kamu va,”.”iya pak, saya mohon jangan dikeluarkan dari sekolahan dan saya mohon jangan dibsebarkan hal ini ke teman-teman dan saya juga mohon agar si Mira dapat bersekolah lagi disini, saya mohon pak, saya merasa sangat bersalah telah memfitnah si Mira, karena dulu saya sangat benci sama Mira, karena dia telah menampar saya karena gaduh di kelas karena” belum selesai Kava berbicara pak BP berkata” dari tadi kalau nggak bicara dan, mohon, ya karena,” diam sebentar “iya saya tidak akan membeberkan semuanya dan mungkin hanya guru BP saja yang tau”, jawab bapak BP dengan santai,”lho bapak tidak marah sama saya, tapi kenapa bapak tidak mau memberitau guru yang lain” pertanyaanku semakin mantap “percuma saja toh para guru tidak akan mempersoalkan masalah ini lagi”. “syukurlah, tapi bapak maukan mengusahakan agar Mira dapat bersekolah disini lagi”. Tanyaku untuk yang kesekian kalinya, “Dengar baik-baik Kava, kalau masalah supaya tidak dibeberkan kesiapa-siapa saya mau, tapi kalau masalah ini saya tidak bisa berbuat apa-apa, bukan karena tidak diberi izin oleh sekolah tapi, Mira sekarang sudah diajak pindah keluar kota oleh orang tuanya, kan selama ini dia tinggal disini dengan tantenya, dan ketika orang tuanya mendegar masalah si mira, dia dibawa oleh orang tuanya ke luar kota untuk tinggal bersama orang tuanya agar mereka bisa mengawasi tingkah Mira.” Jawab bapak BP dengan detail.”oh ya dia pernah sms saya, katanya dia sudah memaafkan kamu, karena sebenarnya saya juga sudah tau kalau kamu yang berbuat, dan ketika rapat dua minggu yang lalu, sebenarnya saya tidak setuju kalau si Mira dikeluarkan, Karena dia itu anaknya berprestasi dan baik lagi”.”iya pak saya merasa sangat menyesal sekali, boleh pak saya minta nomor hpnya”. “maaf va, bukan bapak tidak mau tapi tidak diperbolehkan oleh orang tuanya, dan bapak punya kabar baik, sekarang si Mira makin kelihatan prestasinya dalam bidang matematika, dia masuk dalam daftar kandidat untuk mengikuti olimpiade di luar negeri, hebat bukan?”. “yang benar pak?”.tanyaku dengan heran “ya, bapak yakin, bapak juga baru kemarin kesana”.sambil tersenyum bangga “wah andaikan si Mira masih disini ya pak”.”sudah tak usah disesali, sekarang kamu belajar yang benar ya, ya mungkin saja kamu bisa menyusul Mira dan mengikuti jejaknya…!”.”ya pak”.#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar